Agustus 8, 2022 Berbagai Arti tentang Flexing tak hanya Pamer

Berbagai Arti tentang Flexing tak hanya Pamer

Perilaku flexing alias pamer kekayaan bisa ditemukan di media sosial.

Menurut kajian psikologi perilaku pamer itu dipengaruhi dorongan untuk membuat rasa aman.

Sebab perilaku flexing merupakan terkadang muncul karena rasa ketaknyamanan dalam hal tertentu.

Sebelum era media sosial, perilaku pamer kekayaan agar terlihat mencolok sudah disebut sejak 1899 oleh Thorstein Veblen dalam bukunya The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions.

Flexing hanya istilah modern untuk perilaku suka pamer pada masa kini.

Mengutip Bustle, menurut Urban Dictionary, flexing memiliki lebih dari satu arti.

Arti pertama pamer atau menyombongkan diri.

Arti kedua membuat tampilan palsu atau memaksakan.

Adapun arti kedua biasanya ditujukan seseorang yang menyombongkan diri tentang sesuatu yang sebenarnya ia tidak berhak membanggakan.Misalnya, berbohong tentang pencapaian atau melebih-lebihkan kebenaran.

Media sosial membuat beberapa orang semakin suka memamerkan sesuatu, seperti sepatu mahal, rumah, mobil, maupun harta benda lainnya.

Pamer juga mencerminkan perilaku konsumsi yang mencolok.

Tujuannya menghabiskan uang untuk membeli barang atau jasa sebagai cara menunjukkan status atau kekuatan ekonomi.

Berbelanja pun untuk memamerkan kekayaan barang atau jasa dibeli harganya fantastis Mengutip laman Dictionary, kategori pamer itu entah fisik, kekayaan, atau keunggulan daripada orang lain.

Tujuan seseorang pamer bisa bermacam-macam, seperti ingin pengakuan, menunjukkan identitas atau kredibilitas atas suatu kemampuan, dan mendapatkan pasangan kaya.

Perilaku pamer juga tidak semata-mata sebagai bentuk pencitraan diri, bisa jadi sebagai alat marketing perusahaan.

Flexing rentan berdampak hubungan dengan orang lain.

Misalnya, saat seseorang berada pada lingkungan yang baru.

Perilaku pamer mengakibatkan sulit bergaul atau diterima oleh orang lain.

Pamer terkait keuangan juga meningkatkan konsumtif, karena dorongan meningkatkan status sosial dalam hal kemampuan berbelanja, bukan kebutuhan.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Di-tag pada:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *